-HEART 1#-
Perlahan-lahan kunaiki tangga itu satu persatu. Sampai akhirnya terlihatlah sosok itu. Dia berdiri di sana, memandang pada kejauhan, dalam dinginnya hembusan angin pagi. Tuhan... betapa aku sangat merindukannya. Harusnya aku segera berlari memeluknya, namun aku hanya diam saja. Beku. Aku berkedip, dan setetes air mata jatuh mengagetkanku, meyadarkanku bahwa aku harus mengucapkan sesuatu padanya. Sesuatu yang membuat dia tau, betapa aku merindukannya.
"Hai..."
Oh... kenapa 'hai'? Bukankah seharusnya kupanggil dia dengan panggilan sayang yang biasanya itu. Hai? Oh my God...
Dia diam saja.
"Apa kabar?" Lanjutku dengan terbata.
"Fine" Jawabnya singkat. Masih tidak memandangku
Hening.
Tuhan.... mengapa ini menjadi begitu sulit.
"Kalau tidak ada lagi yang mau kamu katakan," tiba-tiba dia bicara. "sebaiknya kamu segera pergi"
Aku terhenyak. Tidak salahkan pendengaranku? Lelaki yang sangat aku rindukan itu, mengucapkan kata-kata seperti itu. Seakan aku tak pernah menjadi bagian yang paling berharga dalam hidupnya.
"Is that really you? Atau kamu cuma lagi salah makan ya?"
Dia memalingkan wajahnya. Memandangiku dengan sorot mata yang menyiratkan betapa aku sangat mengganggunya.
"Memangnya aku harus bilang apa?
Ya Tuhan... Kenapa ini? Ada apa dengan dia?
"Kamu kenapa?" Hardikku. "Bermil-mil jauhnya aku tempuh demi untuk menemui kamu. Kamu bahkan tidak menanyakan buat apa aku kesini?!"
"Aku tau buat apa kamu kesini!" Dia balas menghardikku. "Dan jawabannya adalah I'm not coming back!"
Tatapannya sangat tajam menusuk ke relung hatiku. Tenggorokanku sakit sekali. Kukepalkan tanganku , sebelum akhirnya aku sanggup berkata.
"OK. Memang sebaiknya aku segera pergi".
Aku berbalik memunggunginya. Melangkah. Namun kuputuskan untuk berhenti sejenak. Ku tatap langsung ke matanya. Dia mengeluh. Lantas membuang muka, dan memandang pada kejauhan.
"Jaga dirimu baik-baik." Kataku.
Kutinggalkan dia. Lelaki yang tadinya sangat kurindukan. Aku berjalan cepat. Aku berlari. Aku berlari sekuat tenaga. Sampai aku tersungkur dan air mata bercucuran dari pelupuk mataku. Tak kuhiraukan luka di lutut dan sikuku akibat tersungkur tadi. Karena luka hatiku lebih menyakitkan, dan aku tak yakin ada obatnya...
-- @@ --
-Heart 2#-
Aku masuk keperaduanku.
Kuhempaskan tubuhku ke atas tidur yang harum dan hangat. Namun tetap tak mampu mencairkan dinginnya relung hatiku.
Kudengar pintu diketuk.
"son"
Ingin rasanya aku tak menjawab panggilan itu.
"I'm here, Mom" Aku sudah terprogram untuk selalu menjawab panggilannya.
Pintupun terbuka. Aku bangkit. Duduk di pinggir tempat tidur. Mommy mendatangiku. Senyumnya terkembang. Kemudian duduk di sampingku.
"Sudah beres kan?"
"Ya." Jawabku singkat.
"You're my son," Mommy membelai rambutku, senyumnya mengembang. "My only hope. I know you will never let me down"
Aku diam saja.
"Have a nice dream, tough guy" Mommy mengecup keningku. Bangkit dari tempat tidur dan melangkah keluar.
"Hanya wanita cantik dan bermartabat tinggi yang pantas kau cintai, son. Dan pilihan mommy tidak akan pernah salah." Katanya padaku sebelum menutup pintu kamarku rapat-rapat.
Kembali kuhempaskan tubuhku ke atas tempat tidur. Penat semakin terasa menusuk-nusuk tubuhku.
Mommy... kali ini aku bukan lagi 'a tough guy' seperti yang selalu kau katakan. Karena aku tak mampu lagi menahan derai airmataku.
Aku mencintaimu, Matahari....
Friday, December 11, 2009
Subscribe to:
Posts (Atom)